Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh

Minggu, 16 Mei 2010

TUGAS MANDIRI 3

http://www.4shared.com/document/6J5HCxZY/1095211001.html

Senin, 22 Maret 2010

IDENTITAS


Nama : ZULHAM
No.Mhs : 1095211001
Universitas : UTY
Fakultas : EKONOMI
Jurusan : S1-Manajemen
TTL : Batu Ampar, 10-11-1992
Alamat : Salakan Bantul Yogyakarta
Hobi : Sepak Bola
Zodiak : Scorpion

EKONOMI INDONESIA YANG SALAH URUS

Ini mengenai sebuah pemerintahan yang bisa hidup hanya karena mengemis UTANG dan memeras PAJAK.

SBY selalu mengklaim berhasil membuat perekonomian Indonesia di tahun 2004-2009 bertumbuh.

Utang Indonesia berhasil dilunasi dari IMF. Memang benar lunas dari IMF, tapi dengan cara membuat utang baru ke World Bank (CGI dan IGGI) dan melepas SUN (Surat Utang Negara) dengan kisaran bunga mencapai 10-12%. Pinjaman luar negeri (World Bank) meningkat dari Rp 613 triliun menjadi Rp 764 triliun. Sementara surat berharga Negara(SUN) meningkat dari Rp 662 triliun menjadi Rp 920 triliun. (Harian Rakyat Merdeka).

Perhatikan bunga SUN yang 10-12%!!! Sementara pinjaman ke IMF bunganya hanya 4-5% saja. SBY demi gengsi tapi tidak berpikir jernih dan ekonomis. Untuk bayar yang 4-5% saja sudah kembang kempis dan senin kemis, kok malah bikin utang dengan bunga yang dua kali lipat lebih tinggi? BODOH…!!!!

Apanya yang bertumbuh kalau disatu sisi, utang Indonesia secara nilai terus meningkat?

Berikut catatan utang pemerintah pusat sejak tahun 2000 berikut rasio utangnya terhadap PDB:

ini adalah posisi jumlah utang Indonesia dari tahun ke tahun.

Tahun 2000: Rp 1.234,28 triliun

Tahun 2001: Rp 1.273,18 triliun

Tahun 2002: Rp 1.225,15 triliun

Tahun 2003: Rp 1.232,04 triliun

Tahun 2004: Rp 1.299,50 triliun

Tahun 2005: Rp 1.313,29 triliun

Tahun 2006: Rp 1.302,16 triliun

Tahun 2007: Rp 1.389,41 triliun

Tahun 2008: Rp 1.636,74 triliun

Tahun 2009: Rp 1.589,78 triliun

Tidak ada bukti bahwa SBY mampu mengendalikan ekonomi Indonesia bukan? Apanya yang menurun? Turun bero kali yaaa?

Siapapun yang jadi Presidennya, mampu membangun Negara ini lewat utang yang besar!!!

Fakta-fakta serta temuan Badan Pemeriksa Keuangan dan Komisi Pemberantas Korupsi menyatakan bahwa sejak 1967 hingga 2005 pemerintah baru memanfaatkan utang negara sebanyak 44 persen. Sisanya tidak pernah dimanfaatkan oleh pemerintah untuk pembangunan. “Transaksi utang luar negeri selama ini justru membebani. Indonesia selama ini dipaksa terus membayar utang. (kompas.com)

Selama pemerintahan Presiden SBY, sepanjang tahun 2005-2008, peningkatan utang negara naik rata-rata Rp 80 triliun per tahun. Angka penambahan jumlah utang rata-rata ini mengalahkan utang pada era Orde Baru, yakni Rp 1.500 triliun dalam jangka 32 tahun atau sekitar Rp 46,875 triliun per tahun. Sementara di era pemerintahan Megawati selama 3.5 tahun, utang cuma meningkat Rp 12 triliun, atau 4 triliun per tahun.(Soalnya Megawati sibuk menjual BUMNnya (Privatisasi BUMN) buat mengurangi utang luar negeri tersebut)(kompas.com)

Kesimpulan mengenai utang Indonesia saat ini, dua cara berbeda yang dipakai oleh dua era Presiden untuk mengurangi utang negara.

1. Menjual asset bangsa(BUMN).jaman Megawati.

2. Gali lobang, tutup lobang. Jaman SBY.

Sungguh bangga saya punya pemimpin yang kreatif mengakali utang luar negeri.

Sekarang mengenai pajak…!!!

Mengembar-gemborkan kampanye pembayaran pajak oleh rakyatnya. Dengan sedikit aroma “ANCAMAN”, bahwa yang melanggar akan bla…bla…blaa.

Mengandalkan pajak sama sekali bukanlah membuat ekonomi yang bertumbuh. Pajak yang terlampau ketat, terutama terhadap industri, akan membuat sektor tersebut melemah dan semakin tidak mampu bersaing dengan produk luar negeri yang terus menerus menggerus industri di Indonesia.

Sementara pajak tersebut terlampau banyak macam dan rupanya.

PPH21, PPN, PBB, Pajak kendaraan bermotor dsb…dsb…

Konsekuensinya, seharusnya SBY mengembalikan pajak yang diambilnya dari duit rakyat itu, untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyatnya. Dengan merangsang pertumbuhan ekonomi dari dua sektor yakni Industri dan Agriculture(Pertanian, peternakan dan perkebunan)yang sejatinya akan mengurangi jumlah tenaga kerja yang menganggur.

Kesalahan SBY adalah saat memeras pajak bergaya komunis (ketat, penuh ancaman, penekanan yang berstruktur), tapi setelah dapat uangnya bergaya kapitalis(masa bodoh sama kemiskinan,masa bodoh dengan pengangguran, masa bodoh dengan usaha kecil dan menengah, masa bodoh dengan urusan orang2 urban).

Kemiskinan hanya diakali dengan Dana ‘Suap’ BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang Rp 100.000;/bulan/kepala rumah tangga yang sama sekali tidak mendidik orang miskin agar bertahan hidup tanpa menggantungkan diri pada dana ‘kampanye’ gelap yang dikatakan oleh GJA pada Gurita Cikeas.

Seharusnya pemerintahan yang sehat, tidak hanya mengandalkan PAJAK dan HUTANG untuk membiayai Negara.

Pemerintah seharusnya bisa hidup dari pendapatan BUMN nya seperti :Telkom, PLN, PAM, KAI,Bea Ekspor-import, PELNI,PERTAMINA dsb…dsb…

Namun sampai saat ini, pemerintah telah GAGAL membuat BUMN di Indonesia menjadi kendaraan ekonomi yang bisa menghasilkan untung.

Anehnya setelah dijual ke luar negeri/ privatisasi, perusahaan Negara yang menjadi perusahaan bersama-sama itu kok bisa untung. Salah satu contohnya Indosat.

Tentang PERTAMINA, kenapa bisa rugi terus menerus, sementara perusahaan penyedot bahan tambang dari luar negeri seperti Exxon mobil, Caltex, Freeport,Newmont sepertinya tidak ada kabar beritanya. Berapa bagian pendapatan buat Negara kita dari ‘penyewa lahan’ tersebut juga tidak terlalu transparant.

Masih ingat kasus Indonesia keluar dari OPEC karena tidak sanggup lagi menjadi pengeksport minyak bumi?

Bahkan Indonesia terengah-engah memasok kebutuhan bensin dalam negerinya sendiri. Kan BODOH!!!

Kalau begitu usir saja Caltex dan Exxonmobil dari tanah air kita!!! Sehingga rakyat negeri ini mampu memperoleh manfaat dari kekayaan alam negeri sendiri.

Apa bedanya perusahaan2 Amerika Serikat itu dengan VOC yang pernah menjajah Indonesia selama 3,5 Abad?

Bedanya VOC tidak pernah setoran kepada penguasa di Indonesia.

SBY….CUUUAAAAPPEE DEHHHH……!!!!!!

SUMBER:

http://www.i-dus.com/2010/03/ekonomi-indonesia-yang-salah-urus.html